The Mall : Hiburan Itu

Mal adalah jenis dari pusat perbelanjaan yang secara arsitektur berupa bangunan tertutup dengan suhu yang diatur dan memiliki jalur untuk berjalan jalan yang teratur sehingga berada diantara antar toko-toko kecil yang saling berhadapan [1]. Karena bentuk arsitektur bangunannya yang melebar (luas), umumnya sebuah mal memiliki tinggi tiga lantai.

( sumber kutipan dari Wikipedia )

Konsep “Mal” pada mulanya dimaksudkan sebagai one stop shopping, dimana ketika kita berada di sebuah mal maka semua kebutuhan akan terpenuhi. Dari kebutuhan remeh-temeh semacam garam dapur, sampai kepada kebutuhan rileks semacam pijat refleksi. Bahkan konsep mal era belakangan ini menyentuh sampai kepada kebutuhan hiburan anak-anak semacam waterboom, bahkan sampai kepada “rumah sewa pendek waktu” yang dapat digunakan untuk tempat peristirahatan bila pemenuhan kebutuhan belanja dengan kisaran waktu “ten to five“.

Namun, di sebuah kota sedang semacam Pontianak, mal telah digeser fungsi dan keberadaannya oleh pemanfaatan sebagian masyarakat, terutama masyarakat yang haus akan pemenuhan hiburan dan rekreasi sebagai tempat untuk “just look and walking“. Akhirnya, ketika saat libur tiba, mal penuh sesak dengan orang yang mencari tempat cuci mata, rekreasi hati, sampai kepada temu kangen sahabat yang sudah lama tidak saling ketemu dan bercengkerama. Bahkan, bagi anak-anak muda—didominasi oleh ABG—mal dijadikan wahana menjalin hubungan dekat dan saling mengikat diri.

Di bulan Puasa yang suci ini, mal pun dijadikan tempat melepaskan kepenatan setelah sehari penuh menjalankan ibadah kepada Allah. Maka, yang mendominasi pengunjung adalah tempat-tempat makan, tempat minum kopi, tempat relaksasi dan kebugaran,  ataupun bangku-bangku di sepanjang koridor pejalan kaki. Biarlah, yang penting, tidak mengganggu kekhusu’an dan nilai ibadah yang telah dijalankan sehari penuh. Tidaklah menjadi sia-sia.